Pertamina dan Pencemaran Laut di Pantai Amahani, NTB !!!
Berita Baru Kalimantan Barat, Nasional-Walhi Eksekutif Daerah NTB mensinyalir bahwa Pertamina telah melakukan pencemaran di Pantai Lawata, NTB pada 27 April 2022 kemarin. Pencemaran yang dimaksud adalah pencemaran karena tumpahnya minyak di sepanjang pantai Amahani, Lawata.
Walhi Eksekutif Daerah NTB juga telah mengeluarkan pernyataan resmi terkait hal ini. Amri Nuryadi, selaku Direktur Walhi-ED NTB mengatakan bahwa tumpahan minyak ini bersumber dari kapal Pertamina Kota Bima.
“ini dapat dilihat dari adanya perubahan warna air laut di sepanjang pantai semenjak dua hari yang lalu” imbuhnya
Perubahan itu kini tidak hanya dari aspek warna, namun juga munculnya busa dan buih yang mengental serta berwarna coklat di sepanjang area pantai.
Dilansir dari kahaba.net, warga lokal juga memantau akan hal ini, seperti misalnya warga dari Kelurahan Sambinae Firdaus, ia berkata bahwa ia mengetahui kejadian ini dari media sosial, setelah itu ia langsung berangkat ke lokasi pencemaran, dan sesampainya ia di sana, ia langsung melihat bagaimana kondisi pada saat itu.
“Begitu saya sampai di sana, saya coba memegang limbah nya. Limbah itu tidak berbau, dan bentuknya seperti agar-agar, mudah hancur kalo dipegang”
Aparatur Negara, melalui Lurah, Dara Nurkomalasari, juga ikut memastikan kondisi pantai di sana.
Dara berkata bahwa ia telah menyampaikan ke DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kota Bima, agar dapat segera mengambil sampel dan kemudian menguji nya
Terkait dengan penyampaian Lurah, maka DLH pada 27 April kmrn telah mengambil sampe di pantai. Kepala DLH Kota Bima, Syarif Rustaman berkata bahwa pengambilan sampel itu bertujuan untuk memastikan kondisi dan kandungan apa saja yang mengendap di areal pantai.
“Setelah sampel diambil, kami dan pihak kepolisian membawa sampel tersebut ke kantor Pertamina untuk diteliti bersama dengan pejabat berwenang.”
“Akhir pekan ini, hasil dari pengujian laboratorium akan kami sampaikan” Ujar Syarif
Pencemaran di sana, Pertama Kali?
Pada tahun 2020, tumpahan minyak juga pernah terjadi di perairan laut sekitaran Bima, tumpahan kala itu mengalir hingga Kelurahan Kolo, Kota Bima. Tumpahan pada saat itu terjadi karena Pertamina tidak menjalankan SOP pada saat Offloading di pelabuhan.
Pihak Pertamina secara objektif mengabaikan kemungkinan serta dampak-dampak yang akan ditimbulkan jika terjadi kebocoran. Hal ini juga berlaku kepada pemerintah yang tidak menunjukkan sikap tegas terhadap pelanggaran yang selama ini sudah terjadi.
Sikap Pemerintah atas peristiwa semacam ini merupakan tindakan pidana, dimana telah terjadinya pelanggaran terhadap Undang-undang, khususnya Undang-undang No. 32 Tahun 2009, mengenai Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), terkait pasal 97 tentang ketentuan pidana dalam UU 32 tahun 2009 yang menegaskan bahwa ini adalah tindak kejahatan terhadap lingkungan.
Selanjutnya, pelaku tindak kejahatan pidana terhadap pencemaran lingkungan terkait kelalaian dan atau kesengajaan melakukan dumping limbah dikenakan hukuman pidana selama tiga tahun penjara dan dikenakan denda maksimal IDR 3 Miliar (Pasal 105 UU PPLH, Tahun 2009), dan pelaku dumping limbah di perairan Indonesia, dikenakan pidana dengan hukuman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun, beserta denda paling sedikit IDR 4 Miliar dan Paling banyak IDR 12 Miliar.
Amri juga menegaskan bahwa, berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 109, tahun 2006, tentang penanggulangan keadaan darurat di laut, pasal 1, ayat 1, bahwa: terjadinya tumpahan limbah minyak pertamina ini, maupun peristiwa serupa lainnya tidak boleh dianggap enteng, apalagi diabaikan. Pertamina tidak boleh berdiam diri dan tidak melakukan klarisifikasi apapun. Pemerintah harus aktif dan bertindak cepat.
“Jika pemerintah atau aparat terkait tidak bertindak cepat, WALHI NTB akan melaporkan ini sebagai tindak pidana lingkungan hidup,” tegas Amri. (Y.O.A.)