Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ilustrasi - Pengadilan Warganet
Ilustrasi – Pengadilan Warganet

Filosofi Pengadilan Warganet



Beritabaru Kalbar, Opini – Trending topik berita minggu ini muncul dari lembaga bernama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK). Anwar Usman sebagai Ketua MK yang diberhentikan karena pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim MK, telah mencoreng nama baik lembaga paling prestisius yang dimiliki oleh negeri ini. Beritanya telah menyebar di seantero jagat, begitu cepat karena tak ada yang bisa menahan gerakan lincah jari-jemari warganet.

Kini semua warga dunia mengetahui bahwa Indonesia tidak sedang baik-baik saja, lembaga pemerintah yang paling diakui kredibilasnya di seluruh pelosok nusantara, telah mencoreng muka ibu pertiwi. Beruntunglah ibu pertiwi karena Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dapat mengambil keputusan objektif, jika tidak, maka siapa yang bisa menahan kemarahan warganet melalui jari-jemari lincah mereka?

Semenjak maraknya media sosial dewasa ini, kita berkali-kali menyaksikan peristiwa-peristiwa mengguncang mengenai Pengadilan Warganet. Betapa seriusnya mereka ketika menggelar “pengadilan bar-bar” melalui akun-akun media sosial. Kekuatan mereka betul-betul tidak bisa diremehkan.

Istilah “pengadilan warganet” ini muncul seiring dengan maraknya fenomena dimana warganet (pengguna internet) secara massal dan terbuka memberikan pendapat, penilaian, atau kritik terhadap seseorang atau sesuatu hal melalui platform-platform media sosial dan internet.

Fenomena ini dapat berkaitan dengan berbagai hal, termasuk kejadian aktual, pernyataan publik, perilaku individu, kontroversi, atau bahkan karya seni dan hiburan. Pengadilan warganet adalah istilah yang merujuk pada kejadian ketika masyarakat, melalui media sosial atau internet, melakukan kritik, penghakiman, atau menilai perilaku, tindakan, atau pernyataan seseorang secara publik.

Fenomena pengadilan warganet dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aspek, antara lain: (1) Pembicaraan Publik. Ketika seorang tokoh publik membuat pernyataan kontroversial atau konten yang dianggap tidak pantas, warganet sering kali memberikan tanggapan melalui kritik, meme, atau tagar (hashtag) tertentu di media sosial; (2) Kasus Kontroversi. Kasus-kasus hukum, politik, atau sosial yang memicu perdebatan di masyarakat sering menjadi topik pengadilan warganet; (3) Pemilu dan Politik. Selama pemilihan umum atau peristiwa politik penting, warganet sering kali terlibat dalam diskusi dan pengadilan terhadap kandidat, partai politik, atau kebijakan melalui media sosial; (4) Perilaku Kontroversial. Ketika ada seseorang yang terlibat dalam perilaku kontroversial atau skandal, warganet dapat mengambil peran dalam memberikan penilaian dan mengekspresikan pendapat mereka secara terbuka di platform-platform online; dan (5) Bullying dan Kebencian Online. Fenomena pengadilan warganet juga dapat melibatkan tindakan kebencian, pelecehan, atau penindasan terhadap individu atau kelompok tertentu di internet.

Meskipun istilah pengadilan warganet ini telah banyak digunakan, terdapat juga beberapa istilah lain yang serupa, meskipun dengan fokus atau nuansa yang berbeda. Beberapa istilah alternatif yang sering kita jumpai, adalah: (1) Online Shaming, istilah ini merujuk pada praktik mencemooh atau merendahkan seseorang secara online, terutama di media sosial, sebagai bentuk hukuman sosial atas tindakan atau pernyataannya; (2) Internet Vigilantism, istilah yang mengacu pada tindakan masyarakat online yang berperan seperti penegak hukum atau penyidik, mengekspos dan menghakimi individu yang dianggap melakukan tindakan yang salah atau kriminal; (3) Cyberbullying, dalam beberapa konteks, tindakan menghakimi atau mencemooh di media sosial (cyberbullying) dapat dianggap sebagai bentuk pengadilan warganet; (4) Digital Outrage Culture, istilah ini menggambarkan budaya di mana masyarakat secara cepat dan intens merasa marah atau tersinggung oleh tindakan atau pernyataan orang lain di platform online, seringkali melibatkan penilaian publik yang tajam dan hukuman sosial; (5) Cancel Culture, meskipun istilah ini lebih kompleks dan sering digunakan untuk merujuk pada tindakan membatalkan dukungan terhadap tokoh terkenal atau publik figur, terkadang juga digunakan dalam konteks pengadilan warganet ketika individu dihakimi dan diisolasi secara online.

Selanjutnya kita berbicara tentang pengaruh. Pengadilan warganet memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan demokrasi modern negeri ini. Meskipun demikian, pengaruhnya dapat bervariasi dan memiliki dampak positif serta negatif tergantung pada konteks dan bagaimana penggunaan media sosial dan platform online itu sendiri.

Pengaruh utamanya ialah mengenai partisipasi publik dalam penyelenggaraan roda pemerintahan. Pengadilan warganet memungkinkan seluruh warga negara, kecuali yang tidak memiliki akses internet, untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi politik dan isu-isu sosial, meningkatkan partisipasi publik dalam demokrasi dengan memberikan suaranya melalui platform online.

Selain itu, warganet juga dapat membantu mengungkapkan informasi dan skandal politik, sehingga dapat meningkatkan transparansi dalam pemerintahan. Namun sayangnya, media sosial sering menjadi media efektif bagi penyebaran informasi palsu, hoaks, dan propaganda, hal ini dapat mempengaruhi opini publik dan pengambilan keputusan politik. Kemudian, platform media sosial juga dapat menjadi tempat untuk pelecehan, kebencian, dan ancaman terhadap politisi, aktivis, atau individu lainnya. Hal ini dapat memicu terciptanya lingkungan yang tidak aman dan mengintimidasi.

Dalam artikel terdahulu, saya pernah menyampaikan bahwa proses terjadinya pengadilan warganet dapat diketahui melalui pola sebagai berikut: kejadian, viral, lalu pemerintah turun tangan. Pengaduan warganet di media sosial memang tidak ditujukan secara resmi ke pemerintah, melainkan sebagai bentuk keluh-kesah yang ditanggapi oleh warganet lainnya, semakin banyak tanggapan warganet atas pengaduan tersebut, akan membuatnya menjadi viral dan tersebar ke seluruh jagat dunia maya, tanpa terkecuali gawai-gawai para penyelenggara pelayanan publik.

Namun penting untuk diingat, bahwa pengadilan warganet tidak memiliki otoritas hukum yang sah, meskipun warganet bisa membagikan pendapat mereka secara bebas di internet, itu tidak berarti bahwa opini mereka memiliki kekuatan hukum atau memiliki dampak resmi di dunia nyata. Meskipun demikian, pengaruh opini yang beredar di media sosial dan platform online dapat menciptakan tekanan sosial dan opini publik, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi reputasi individu atau kelompok tertentu.

Alain Badiou, seorang filsuf Prancis abad 20, dalam bukunya “Being and Event”, mengungkapkan bahwa kejadian (event) sebagai momen yang mengguncang rutinitas dan membuka potensi untuk perubahan radikal dalam cara kita memahami dunia. Badiou mengembangkan ide-ide tentang kejadian dan perubahan paradigma. Melalui magnum opus-nya tersebut, Badiou memperkenalkan konsep kejadian (event) dan menjadi landasan teoritis untuk transformasi dan perubahan paradigma. Dalam kajian Badiou, “kejadian (event)” yang dimaksud mengacu pada peristiwa yang mengganggu status quo dan memicu perubahan radikal dalam masyarakat atau pola pikir manusia. Kejadian adalah momen ketika sesuatu yang baru, tidak terduga, dan mengubah paradigma terjadi.

Menurut hemat saya, fenomena pengadilan warganet ini memiliki korelasi dengan konsep “kejadian” dalam filsafat Badiou. Pengadilan warganet sebagai fenomena sosial kontemporer yang mempengaruhi tata cara berdiskusi, memicu perdebatan intens, dan terkadang mengubah opini dan pandangan orang, merupakan kejadian yang mengguncang status quo komunikasi tradisional dan membuka ruang untuk dialog dan pertukaran pandangan yang intens di ranah digital.

Nyatanya, pengadilan warganet dapat menciptakan momen-momen di mana opini-opini yang tidak terduga muncul, memicu perdebatan yang mendalam, dan mengubah dinamika diskusi publik. Dalam beberapa kasus, peristiwa-peristiwa yang terjadi di media sosial bahkan dapat mempengaruhi perubahan sosial dan politik dalam masyarakat.

Menurut Badiou, peristiwa yang merupakan bagian dari rutinitas sehari-hari biasanya tidak dianggap sebagai kejadian (event) dalam konteks filosofinya. Peristiwa-peristiwa kecil atau rutin yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari biasanya tidak memenuhi kriteria Badiou untuk dianggap sebagai kejadian (event). Kejadian, menurut Badiou, adalah momen ketika sesuatu yang baru dan tidak terduga terjadi, mengubah cara kita melihat dunia, merobohkan batasan-batasan yang ada, dan membawa potensi transformasi yang signifikan. Badiou memandang kejadian (event) sebagai peristiwa yang mengguncang status quo dan membawa perubahan baru yang bersifat eksistensial.

Meskipun tidak secara langsung terkait dengan teori Badiou, pengadilan warganet bisa dipandang sebagai contoh kejadian dalam konteks komunikasi digital yang dapat merobohkan dinding-dinding yang membatasi diskusi dan membuka pintu untuk gagasan-gagasan baru dan pandangan yang tidak terduga. Dengan demikian, meskipun tidak secara eksplisit dijelaskan oleh Badiou, pengadilan warganet bisa diartikan sebagai salah satu bentuk “kejadian” dalam lingkup filsafat digital. Filsafat pengadilan warganet mengacu pada fenomena dimana pengguna internet, dalam interaksi online mereka, seringkali berperan seolah-olah mereka adalah hakim dan juri dalam kasus-kasus kontroversial atau konflik di dunia maya. Dalam situasi ini, warganet (masyarakat internet) secara sukarela mengambil peran untuk menilai, mengomentari, dan menghakimi tindakan atau pernyataan individu atau kelompok lain. (Ngutsman Mukromin, Wakil Direktur 1 dan Dosen Filsafat di Politeknik GUSDUrian)