Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

pelanggar hukum

Dinamika Sosial Mantan Pelanggar Hukum



Berita Baru Kalbar, Opini – Kasus penipuan yang diatur dalam perundang-undangan pasal 378 KUHP merupakan salah satu jenis pelanggaran tindak pidana yang nyata terdapat korban. Sebagaimana bunyi pasal 378 KUHP, yaitu Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Hal ini tidak sama dengan kasus lain, seperti penyalahgunaan narkoba dimana perspektif korban merupakan diri pelaku sendiri. Sama halnya dengan pelanggaran pada tindak pidana kasus misalnya pelecehan seksual dan pembunuhan, hal tersebut juga menimbulkan dinamika tersendiri bagi pelaku karena berdampak nyata pada korban dan merugikan korban.

Setelah proses hukum terjadi, korban terkadang tidak bisa menerima dampak kerugian yang dialami karena tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Sehingga memunculkan gejolak tersendiri yang dialami oleh pelaku di saat masa proses adapatasi saat reintegrasi. Selain itu, muncul juga image dan stereotipe negative masyarakat terhadap para mantan pelanggar hukum. Apalagi jika terdapat korban dan kerugian nyata atas tindak pidana yang dilakukan. Stereotipe masyarakat berdampak pada aspek-aspek kehidupan mantan pelanggar hukum kasus penipuan baik sosial-psikologis maupun kesejahteraan mantan pelanggar hukum kasus penipuan.

Kasus penipuan sendiri erat kaitannya dengan nama baik yang dimiliki seseorang. Secara sederhana, jika seseorang memiliki riwayat pernah menipu seseorang dengan jumlah kerugian berapa saja dan bentuk kerugian apa saja, tentunya sangat berdampak buruk pada nama baik yang dimiliki seseorang. Maka wajar jika pelanggar hukum kasus penipuan, pada masa adaptasinya setelah menjalani pembinaan di Lapas atau Rutan akan berhadapan dengan hilangnya kepercayaan dan keengganan masyarakat menjalin hubungan dengan dirinya.

Salah satu fenomena yang akan sangat mungkin dialamai dan terjadi pada mantan pelanggar hukum dengan kasus penipuan adalah kesulitannya untuk mendapatkan pekerjaan. Tentunya hal tersebut bisa sangat mengganggu dan berdampak negatif pada proses adaptasi dan pembauran dalam masyarakat yang dilakukan oleh seorang mantan pelanggar hukum kasus penipuan pada masa setelah selesai menjalani masa pembinaan.

Reintegrasi Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan

Definisi reintegrasi menurut KBBI adalah penyatuan kembali, pengutuhan kembali. Sedangkan dikutip dalam portal Pemasyarakatan.com pendekatan reintegrasi menghendaki bahwa mantan pelanggar hukum mendapatkan pelayanan yang lebih dan pembimbingan jangka panjang dan sedapat mungkin membantu menghilangkan stigma yang telah diterimanya dalam rangka membantu mereka dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak semata-mata bertahan hidup.

Sehingga, salah satu indikator keberhasilan dari proses reintegrasi sosial pada mantan warga binaan pemasyarakatan adalah terpenuhinya hajat hidup dan kesejahteraannya. Oleh karena itu, tantangan berupa stigma dari masyarakat yang menyebabkan kesulitan bagi mantan pelanggar hukum kasus penipuan mendapatkan pekerjaan merupakan pekerjaan rumah bagi pihak-pihak terkait dan salah satu yang harus digarisbawahi dalam materi pembimbingan.

Selain itu, pada masa reintgerasi, kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan karena keengganan pihak-pihak pemberi lapangan pekerjaan juga akan sangat mungkin mengalami dampak sosial yang lain.  Sebagai contoh, seorang kepala keluarga yang menjadi mantan pelanggar hukum pada kasus penipuan pada masa setelah selesai menjalani masa pembinaan di Lapas atau Rutan kesulitan mendapatkan pekerjaan. Hal ini menyebabkan mantan warga binaan pemasyarakatan tersebut tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Penolakan tersebut berpotensi memunculkan dampak negatif lain, yaitu mengganggu keharmonisan keluarga dan hubungan dengan pasangan. Selain itu, kondisi tersebut juga dapat menurunkan kepercayaan diri mantan pelanggar hukum kasus penipuan dan mengganggu stabilitas emosi dan psikologis. Jika sudah seperti ini, maka seperti efek domino, faktor ekonomi tersebut kemudian dapat memunculkan potensi terjadinya pengulangan tindak pidana atau terjadinya pelanggaran tindak pidana dalam perkara lain atau yang berbeda dari perkara sebelumnya.

Jika hal tersebut sampai terjadi maka esensi dari reintegrasi dikatakan belum dapat terpenuhi. Atas fenomena tersebut, maka sangat diperlukan penanganan yang tepat untuk dapat menjawab situasi tersebut dan hal ini melibatkan pihak-pihak terkait serta mantan pelanggar hukum kasus penipuan itu sendiri beserta keluarganya dalam rangka memperoleh keberhasilan pada masa reintegrasi setelah selesai menjalani masa pembinaan di Lapas atau rutan.

Pembimbingan dan Dukungan bagi mantan Warga Binaan Pemasyarakatan

Definisi pembimbingan seperti dikutip dalam portal rujukanpas.com adalah pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan (pasal 1 angka 2 PP 31 1999). Selain itu, berdasarkan Permenkumham No. 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelengaraan Pemasyarakatan yaitu pada Pasal 1 Angka 10, pembimbingan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh pembimbing kemasyarakatan yang meliputi penelitian kemasyarakatan, pendampingan, bimbingan dan pengawasan klien baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana dalam rangka reintegrasi sosial.

Secara sederhana pembimbingan terhadap mantan warga binaan pemasyarakatan merupakan upaya dalam memberikan penguatan terhadap mantan warga binaan pemasyarakatan dalam menjalani masa adaptasinya setelah selesai menjalani masa pembinaan di Lapas atau Rutan. Sementara itu, pembimbingan terhadap mantan warga binaan pemasyarakatan dalam hal ini khususnya mantan pelanggar kasus penipuan dilakukan oleh pejabat fungsional pemerintah terkait dan pemerintah daerah setempat serta tentunya keluarga mantan warga binaan pemasyarakatan itu sendiri.

Dengan adanya tantangan dan fenomena tersendiri dari mantan warga binaan pemasyarakatan yang menjalankan masa reintegrasi, pihak-pihak terkait tersebut diharapkan dapat menjalankan fungsi pembimbingan secara baik sehingga dapat mengatasi dinamika sosial yang dialami dan pada akhirnya dapat meminimalisir serta menghilangkan efek domino dari stereotip sehingga dapat mencegah atau setidaknya menurunkan risiko pengulangan tindak pidana.

Tidak hanya itu, pembimbingan dan dukungan bagi mantan warga binaan pemasyarakatan diharapkan juga dapat mendorong terjadinya peningkatan kualitas diri. Khususnya dalam hal ini adalah dapat memulihkan kembali nama baiknya dan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, produktif, terselenggaranya hajat hidupnya bahkan dapat berkontribusi untuk masyarakat.

Pemberian bekal pembimbingan secara mental psikologis terhadap mantan warga binaan pemasyarakatan dengan kasus penipuan merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan. Dengan pendekatan psikologis, dapat diberikan penguatan dan motivasi dalam mengatasi kesulitan saat proses adaptasi di lingkungan masyarakat. Selain itu, penguatan dalam perspektif spiritual juga dapat menjadi langkah selanjutnya yang dapat dilakukan.

Dengan logika berpikir ketika seseorang memiliki bekal spiritual yang baik dan taat beragama, diharapkan dapat bermanfaat dalam menjawab problema hidup, sekaligus dapat menurunkan kemungkinan untuk melakukan pengulangan tindak pidana. Langkah lain yang dapat dilakukan yaitu melalui pembekalan keterampilan. Diharapkan pihak-pihak terkait dapat memfasilitasi terhadap penambahan keterampilan, sehingga dengan bekal keterampilan dapat menciptakan peluang lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri. Langkah terakhir dan sangat penting adalah dukungan keluarga yang merupakan orang terdekat. Dengan adanya motivasi dan penerimaan dari keluarga terhadap segala dinamika yang dialami, maka akan memberikan penguatan secara mental dan psikologis terhadap mereka.


Mustika Wardani
Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Madiun